"Apabila manusia mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim, dari Abu Hurairah)
Ayah dan Bunda, memiliki anak yang shalih dan shalihah merupakan idaman bagi setiap keluarga Muslim. Dan, Islam telah mengajarkan bagaimana caranya mendidik anak menjadi anak yang shalih dan shalihah, baik melalui Al-Qur’an maupun Hadis. Juga banyak buku-buku dan artikel-artikel yang memberikan penjelasan tentang bagaimana mendidik anak secara Islami, sehingga si anak bisa menjadi anak yang shalih dan shalihah yang bermanfaat bagi keluarga, lingkungan sekitar, dan bagi agamanya.
Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama, di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupannya (usia pra-sekolah). Sebab, pada masa tersebut, apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sesudahnya.
Ada beberapa kiat yang semoga bisa membantu para Ayah dan Bunda dalam mendidik si buah hati.
Pahami bahwa setiap anak adalah spesial
"Kita diciptakan spesial, buktinya: sidik jari, DNA, dan pengalaman hidup setiap orang adalah berbeda. Sesuatu yang spesial berharga mahal." (Jamil Azzaini – Motivator EPOS)
Setiap anak lahir dengan bakat dan potensi yang luar biasa dengan karakter berbeda-beda, serta anak memiliki bakat dan minat yang berbeda pula. Untuk itu, Ayah dan Bunda berkewajiban untuk mendidik mereka serta memperlakukan mereka sebagai karakter yang berbeda. Orang tualah yang berkewajiban meng “explore” potensi yang luar biasa ini. Kalau mereka dilahirkan dalam kondisi sedemikian luar biasanya, lalu siapa yang membuat mereka menjadi anak yang biasa-biasa atau malah menjadi anak yang kurang “benar”? Ya, kitalah yang harus bertanggung jawab, orang tuanya.
Memberi tugas hendaklah sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak
Karena didorong idealisme yang tinggi, ini terjadi biasanya pada pasangan muda, mereka memperlakukan anak tanpa memerhatikan aspek-aspek perkembangan dan pertumbuhan anak. Misal, anak dipompa untuk bisa calistung pada usia 2 tahun, tanpa memerhatikan tingkat kemampuan dan motorik halus anak.
Menghargai niat, usaha, dan kesungguhan anak
Jangan memarahi anak karena kegagalannya. Tapi, berikan ungkapan-ungkapan yang bisa memotivasi anak untuk bangkit dari kegagalannya. Misal,‘Ayah tidak marah kok, Ahmad belum hafal surat Yasin. Ayah tahu, Ahmad sudah berusaha menghafal. Lain kali, kita coba lagi ya?’
Tidak membentak, memaki, dan merendahkan anak
Dalam beberapa riwayat hadis, Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah marah, apalagi membentak, memaki, dan merendahkan anak. Memarahi anak disertai bentakan dan makian serta ancaman apalagi di hadapan teman-temannya atau di muka umum hanya akan membuat kepercayaan diri anak akan hancur. Malah yang ada kebencian terhadap kita sebagai orang tuanya. Jika anak melakukan kesalahan, jangan fokus kepada kesalahannya semata, tapi berilah solusi dengan memberi tahu perbuatan yang benar yang seharusnya dia lakukan.
Ayah dan Bunda, semoga Allah SWT memudahkan kita mendidik buah hati tercinta. Jika menemukan kesulitan dalam menghadapi anak, janganlah berputus asa, bersabarlah, teruslah berusaha, janganlah kita lupa, bahwa keteladanan kita lebih besar pengaruhnya kepada anak daripada seribu ucapan yang keluar dari lisan kita. Wallahu a’lam.
*Sumber: www.yatimmandiri.org
Monday, 24 January 2011
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 comments :
Post a Comment